LOMBA
KARYA TULIS BIDANG KEMARITIMAN (LKTK)
PENGARUSTAMAAN
JIBU-JIBU
SEBAGAI
KEARIFAN LOKAL DAN MODAL SOSIAL
Diusulkan
Oleh :
Ketua
Kelompok
Yusran
Ahmad (2008 – 68 – 023)
Anggota
Kelompok :
Joan
Mark Labetubun (2008 – 68 – 001)
Junet
Reawaruw (2008 – 68 – 002)
Nurul
Huda Fitria Usemahu (2008 – 68 – 009)
UNIVERSITAS
PATTIMURA
AMBON
2011
I.
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Komunitas nelayan memiliki identitas kebudayaan yang
khas setelah dibangun melalui suatu proses yang panjang dan mencapai puncak
kematangannya. Ciri kebudayaan yang tercermin melalui pola perilaku pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan oleh masyarakat
pesisir, bermula dimpartasi dari ide atau gagasan sederhana. Kemudian diaktualisasikan
dalam ruang dan waktu yang cukup serta teruji, menghasilkan suatu sisitim atau
mekanisme pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya perikanan yang unik dan strategis dalam pembangunan komunitas
pesisir khususnya dan pembangunan wilayah kepulauan umumnya.
Dijumpai, pada sejumlah
komunitas pesisir, perempuan mempunyai kemampuan
mengkombinasikan fungsi subsisten dengan tanggungjawab mengurusi dan
membesarkan anak. Dalam kegiatan penangkapan ikan, terutama di laut dalam,
perempuan tidak terlibat langsung dalam memfungsikan sarana dan alat tangkap atau
pengambilan dan pengumpulan ikan, seperti halnya laki-laki. Peran perempuan dibatasi
pada kegiatan-kegiatan di tepi pantai (termasuk penangkapan ikan dan kerang
pada air dangkal, budidaya tanaman air, serta pengolahan dan pemasaran hasil
tangkapan dan budidaya). Aktivitas tersebut tidak akan mengesampingkan,
mengurangi atau bahkan meniadakan peran medampingi suami dan pemeliharaan anak.
Terkait
dengan penghasilan yang diperoleh antara laki-laki dan perempuan, jika
laki-laki bekerja sebagai buruh atau anak buah kapal (ABK) penangkap ikan dalam
perikanan berskala kecil, maka pendapatannya sangat tergantung pada sisitem
bagi hasil. Besarnya pendapatan ditentukan oleh jumlah ikan yang
diperoleh. Perikanan “berskala kecil”,
umumnya terbatas dari segi modal, metode, dan mekanisasi. Akibatnya,
penanganan, distribusi dan penjualan hasil tangkapan sangat bergantung pada
tenaga manusia. Sumberdaya manusia yang selalu tersedia, selain laki-laki yang aktivitasnya
tersita pada kapal penangkap ikan, adalah kaum perempuan. Mereka merupakan lapisan
terdekat dari keluarga (rumahtangga) penangkap ikan atau bagian komunitas di
mana penangkap ikan hidup dan berdomisili.
Jerih payah penangkapan
di laut dalam belum memiliki nilai, jika kaum perempuan tidak berkemampuan
menangani dan mengolah hasil tangkapan, berupa ikan dan biota laut lainnya. Pada
perikanan “bersakala kecil” atau “perikanan kampung” karena terbatas dari segi
modal yang berimplikasi terhadap penggunan teknologi (mekanisasi, metode penangkapan,
penanganan hasil, serta kemampuan membiayai tenaga kerja), nilai hasil tangkapan
sangat ditentukan oleh peran kaum perempuan.
Menurut
Polnac dalam Cernea (1988), pembagian kerja menurut jenis kelamin sering
terbukti dalam sisitem distribusi dan pemasaran. Ikan merupakan produk yang
sangat mudah rusak, tidak mudah disimpan tanpa teknik-teknik canggih untuk
pengeringan atau pembekuan, atau pengeluaran yang besar untuk peralatan dan
tenaga kerja. Distribusi surplus hasil tangkapan biasanya dilakukan oleh
perantara atau pedagang ikan yang mempunyai waktu dan sumberdaya dalam mengelola
dan mendistribusikan produk yang sangat mudah rusak tersebut.
Polnac dan
Cernea juga mengatakan, bahwa pada banyak masyarakat penangkap ikan, wanita
mengambil alih fungsi membeli dan menjual ikan. Pembagian kerja ini sedikitnya
dapat membantu menyimpan sedikit keuntungan, kelurga: pria menangkap ikan dan
anggota keluarga yang wanita menjual produk. Peranan wanita sebagai penjual dan
pedagang ikan menstabilkan ekonomi pada beberapa masyarakat penangkap ikan,
karena pria hanya kadang-kadang menangkap ikan tetapi wanita bekerja sepanjang
tahun.
Masyarakat Maluku
memiliki suatu bentuk kearifan yang sudah seharusnya menjadi identitas budaya,
dimana kaum perempuan pada sejumlah
wilayah pesisir mengambil alih fungsi membeli dan menjual ikan dengan perilaku
yang unik dan disebut“jibu-jibu”. Keunikan dimaksud berupa suatu bentuk konstruksi sosial, yakni pengelolaan
dan pemanfaatan sumberdaya yang berbasis komunitas, yang lahir melalui proses panjang,
mengental dan mengakar, serta memiliki nilai-nilai fundamental dalam
pembangunan komunitas.
Pada sisi lain, konsep
ekonomi kerakyatan dikembangkan sebagai upaya dan strategi pemerintah untuk
membangun kesejahteran dengan lebih mengutamakan pemberdayaan masyarakat. Ekonomi
kerakyatan, menghendaki ekonomi tradisioanal dijadikan basis kehidupan
masyarakat local, yang mana ekonomi kerakyatan dikembangkan berdasarkan
pengetahuan dan keterampilan masyarakat lokal
dalam mengelola lingkungan sumberdaya yang tersedia di dalamnya secara turun
temurun.
Situasi dan kondisi
dimana pemerintah menggalakan pertumbuhan ekonomi melalui ekonomi kerakyatan,
menjadi peluang bagi jibu-jibu menjadi sasaran pemberdayaan masyarakat. Sejauh
mana identitas jibu-jibu dikenal dan dipahami dari perspektif kearifan lokal dan modal sosial, hingga pada
gilirannya kemudian diterima secara universal sebagai salah satu model
pembangunan berbasis masyarakat, menarik untuk dicermati.
Tulisan ini
bermaksud membangun pikiran mayoritas, guna mengarustamakan jibu-jibu sebagai kearifan
lokal dan modal sosial, sehingga jibu-jibu sebagai ekonomi tradisional dapat
dijadikan basis kehidupan komunitas lokal serta dapat diterima sebagai model pembangunan ekonomi kerakyatan. Bersamaan dengan itu, karya
tulis ini diharapkan sebagai pencermatan empiris dan pengayaan sudut pandang
terhadap perspektif jibu-jibu, yang pernah diungkap lewat studi dan publikasi
ilmiah jauh sebelumnya, dengan judul: “Peranan Ekonomi Wanita Nelayan di
Maluku” (Majalah Ilmu Sosial Indonesia Jilid XX. No 1 Tahun 1993). Studi dimaksud,
dilakukan TIM PMB Lembaga Ilmu Pengeteahuan Indonesia (LIPI) di Desa Sathean, Maluku Tenggara
(1991-1992) Pulau Kei Kecil Maluku Tenggara dan Desa Hitu, Maluku Tengah
(1992-1993).
2.
Masalah
1)
Bagaimana jibu-jibu
dikonstruksikan dalam ruang dan waktu pada kehidupan komunitas pesisir
2)
Bagaimana perspektif jibu-jibu
sebagai kearifan lokal dan modal sosial
3)
Bagaimana peran sosial, budaya dan
ekonomi jibu-jibu
4)
Bagaimana bentuk transaksi yang
dilakukan jibu-jibu
5)
Mengapa pengarustamaan jibu-jibu
3. Tujuan
1) Mengetahui
konstruksi jibu-jibu dalam ruang dan waktu pada
kehidupan komunitas pesisir
2) Mengenal perspektif jibu-jibu sebagai kearifan lokal dan modal sosial
3) Mengenal peran sosial, budaya dan ekonomi jibu-jibu
4) Mengenal bentuk transaksi yang dilakukan jibu-jibu
5) Mengetahui alasan pengarustamaan jibu-jibu
4.
Luaran
1) Memperkenalkan
dan memposisikan jibu-jibu kedalam deretan warisan budaya kehidupan masyarakat
pesisir di Maluku khususnya dan Indonesia umumnya.
2) Jibu-jibu
sebagai kearifan lokal dan modal sosial, menjadi bagian integral dan
strategis dalam keberlangsungan proses pembangunan
berbasis komunitas, terutama melalui pendekatan ekonomi kerakyatan.
3) Masukan
dan bahan pertimbangan bagi pembuat kebijakan-kebijakan pembangunan, agar
secara rasional memiliki alasan keberpihakan pada progam-program pemberdayaan
perempuan pesisir pada komunitas nelayan, termasuk menjadikan jibu-jibu sebagai
wirausaha
4) Suatu
alternatif pemberdayaan perempuan pesisir dan pulau-pulau kecil menyikapi
kebijakan pemerintah menjadikan Maluku lumbung ikan nasional.
5) Kekayaan
intelektual dan informasi ilmiah baru dalam pengembangan penelitian dan ilmu
pada bidang sosial-ekonomi perikanan dan ilmu terkait seperti sosiologi dan antropologi
masyarakat pesisir dan kepulauan
5.
Kegunaan
1) Pemberdayaan
dan pencerdasan sumberdaya manusia perguruan tinggi.
2) Pengayaan
informasi, jaringan dan pengembangan pergaulan antara sesama peneliti dan
penulis karya ilmiah.
3) Pengalaman
ilmiah guna memotivasi dan menanamkan semangat serta kreativitas manusia
akademis dalam pengembagan penelitian.
4) Memotivasi,
kepedulian mahasiswa terhadap masalah-masalah sosial-budaya dan ekonomi
komunitas setempat, terutama yang termarginalkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar